Rabu, 17 Januari 2018

Bangunan Gedung Rektorat UI

GEDUNG REKTORAT UI 



KRITIK TIPIKAL


Bangunan Gedung Rektorat UI ini memiliki metode kritik tipikal. Karena bangunan tersebut memiliki tingkatan yang sama sehingga bangunan tersebut memiliki obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
Definisi

            Kritik Tipikal (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang termasuk pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan publik.


• Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian teoritikus dan sejarawan arsitektur karena desain menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada tipe yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).

• Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, fungsi (utility) dan ekonomi lingkungan arsitektur yang telah terstandarisasi dan terangkum dalam satu tipologi.

• Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jencks, Charles, “Meaning in  Architecture’, New York: G. Braziller : Tipe pemecahan standar justru disebut sebagai desain inovatif. Karena dengan ini problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya pada satu convensi (type standard) untuk mengurangi kompleksitas.

• March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of Environment, Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipologis dapat ditunjukkan melalui tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright didasarkan atas bentuk curvilinear, rectilinear, dan triangular untuk tujuan fungsi yang sama.
• Typical Criticsm diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan dan kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan lingkungan fisik.

Elemen Kritik Tipikal


Struktural (Struktur)

Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan material dan pola yang sama.

• Jenis bahan

• Sistem struktur
• Sistem Utilitas dan sebagainya.
Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.
• Kebutuhan pada ruang kelas
• Kebutuhan auditorium
• Kebutuhan ruang terbuka dsb.
Form (Bentuk)
• Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
• Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.


Latar Belakang Gedung Rektorat UI

Gedung rektorat universitas Indonesia dibangun pada tahun 1984-1987, hasil perancangan dari Prof. Gunawan. Gedung rektorat universitas Indonesia mempunyai 4 tiang utama sebagai penyangga atap dan bisa disebut dengan bangunan candi. Gedung rektorat ini mempunyai 4 bangunan pendamping berbentuk seperti pendopo yang direncanakan sebagai lembaga atau ruang pameran atau galeri. Berdasarkan ketentuan pemerintah setempat, batas bangunan pemerintahan pada waktu itu mencapai 8 lantai. Akses masuk terdapat pada pintu semi basement dan lantai dasar. Tinggi per lantainya 4,2 meter sehingga jika seluruh lantai dijumlahkan bisa mencapai 40 meter. Pada lantai teratas ditopang oleh atap yang berbentuk runcing yang mempunyai filosofi sebagai sentral list yang mempunyai arti sebagai bentuk analisis yang memusat dan memanjang. Untuk bagian memusat mengadopsi bentuk dari kerajaan-kerajaan yang terkenal di pulau Jawa. Untuk bagian memanjang merupakan bentuk bangunan fakultas dan bagian memusat merupakan pusat administrasi. Bangungan yang terdiri dari banyak lantai ini punya konsep desain serta gaya arsitektur yang menarik, meski punya susunan konstruksi yang agak rumit. Konstruksi maupun kerangka yang jumlahnya juga banyak ini bisa terlihat dengan jelas. Hal ini disebabkan karena dinding pada bangunan tidak berupa tembok dari batu bata, namun terdiri dari susunan kaca yang berfungsi sebagai jendela. Jendela kaca ini dipasang secara mendatar dan memenuhi semua dinding yang berada di setiap lantai atau tingkat bangunan. Penggunaan dinding yang hanya berupa jendela kaca ini tentu akan memberi efek yang sangat menguntungkan yaitu sistem pencahayaan alami bisa berjalan lebih maksimal sehingga dapat menghemat penggunaan energy listrik untuk memberi penerangan pada ruang yang berada di dalam. Selain itu sirkulasi udara juga berjalan dengan baik karena udara bisa keluar masuk ruang dengan lancar. Sedang keuntungan lainnya adalah dengan memakai dinding dari jendela kaca, maka biaya yang dikeluarkan juga lebih hemat. Dibanding dengan dinding dari batu bata, tentu dinding kaca jauh lebih murah dan hemat. Yang cukup menarik dari arsitektur bangunan ini adalah pembagian ruang menjadi empat. Tapi bagian bawah dari ruangan ini disatukan dengan atap teritis yang berada dilantai paling bawah atau pertama dan lantai yang kedua. Sedang beberapa lantai lain yang ada di atasnya, atap teritis ini dibuat secara terpisah-pisah. Kemudian atap yang ada di bagian paling atas dari masing-masing ruang juga dibuat secara terpisah, menggunakan bentuk atap limas seperti yang sering diaplikasikan pada bangunan gaya joglo yang ada di daerah Jawa. Namun bagian puncak atap ini tidak berbentuk lancip, melainkan terpotong pada bagian atasnya dan membentuk bidang kotak yang datar. Hal lain yang menjadikan arstitektur bangunan ini terlihat makin unik tetapi tetap megah adalah terdapatnya atap lain yang ada di tengah dan menyatukan semua bangunan ruang yang berada dibawahnya. Sehingga bangunan ruang tersebut tetap tampil sebagai satu kesatuan yang utuh. Atap ini juga menggunakan bentuk limas, namun terlihat secara utuh tidak terpotong seperti atap limas yang ada dibawah. Bentuknya tetap lancip dan membentuk bidang segitiga pada masing-masing sisi. Ukuran atap ini cukup tinggi, menjadikan bentuk bangunan terlihat makin gagah dan menjulang tinggi. Di bagian bawahnya, juga terdapat dinding yang juga punya ukuran agak tinggi dan ditutup kaca dengan ukuran yang lebih besar. Dan pada bagian tengah dinding kaca inilah dipasang simbol atau logo Universitas Indonesia, menggunakan warna putih pada semua bagian. Meski hanya menggunakan satu warna saja, tapi tampilan logo ini tetap terlihat jelas karena punya ukuran yang cukup besar. Selain itu logo ini juga tidak terhalang oleh suatu element yang ada di depan. Semua atap yang diberi warna coklat juga memberi kesan yang sangat hangat dan mampu tampil sebagai warna utama bangunan atau point of colour. Dan yang tidak kalah penting, warna coklat ini bisa menghilangkan nuansa yang terlalu metropolis pada pemakaian dinding kaca pada semua bagian dinding. Pembagian zoning ruang pada gedung rektorat adalah sebagai berikut : 
  • Pada lantai umum  atau semi basement dipergunakan sebagai hall atau koridor untuk melayani mahasiswa.
  • Pada lantai dasar atau lantai 1 dipergunakan sebagai ruang kerja rektor.
  • Pada lantai 2 digunakan sebagai ruang administrasi mahasiswa.
  • Di lantai paling atas terdapat mushola dan mesin  lift 
Kesimpulan    :
Bangunan Gedung Rektorat UI ini memiliki kritik dengan metode tipikal merupakan menganalisis suatu bangunan dengan standar dari suatu tipe bangunan yang sudah ada, baik dari struktur, fungsi, maupun bentuknya. Studi tipe bangunan ini lebih didasarkan pada kualitas, fungsi, dan ekonomi lingkungan arsitektur yang telah distandarisasi dan terangkum dalam suatu tipologi.


Bangunan yang dianalisis adalah sebuah gedung perncakar langit yang memiliki konsep hemat energi. Bangunan pencakar langit pada zaman sekarang ini haruslah memikirkan konsep hemat energi dimana meminimalkan penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui dengan memanfaatkan alam disekitarnya seperti menggunakan energi angin dan sinar matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar