GEDUNG REKTORAT UI
KRITIK TIPIKAL
Bangunan Gedung Rektorat UI ini memiliki metode kritik tipikal.
Karena bangunan tersebut memiliki tingkatan yang sama sehingga bangunan tersebut
memiliki obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini
bangunan publik.
Definisi
Kritik Tipikal (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang termasuk
pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode
kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis
lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
• Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian teoritikus dan
sejarawan arsitektur karena desain menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya
pada tipe yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian
inovasi).
• Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, fungsi (utility) dan
ekonomi lingkungan arsitektur yang telah terstandarisasi dan terangkum dalam
satu tipologi.
• Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jencks,
Charles, “Meaning in Architecture’, New
York: G. Braziller : Tipe pemecahan standar justru disebut sebagai desain
inovatif. Karena dengan ini problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya
pada satu convensi (type standard) untuk mengurangi kompleksitas.
• March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of Environment,
Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipologis dapat ditunjukkan melalui
tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright didasarkan atas bentuk curvilinear,
rectilinear, dan triangular untuk tujuan fungsi yang sama.
• Typical Criticsm diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan dan
kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan
lingkungan fisik.
Elemen
Kritik Tipikal
Struktural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan
penggunaan material dan pola yang sama.
• Jenis bahan
• Sistem struktur
• Sistem Utilitas dan sebagainya.
Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas
yang sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang
sama.
• Kebutuhan pada ruang kelas
• Kebutuhan auditorium
• Kebutuhan ruang terbuka dsb.
Form (Bentuk)
• Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan
untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
• Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu
dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.
Latar
Belakang Gedung Rektorat UI
Gedung rektorat universitas Indonesia dibangun pada tahun
1984-1987, hasil perancangan dari Prof. Gunawan. Gedung rektorat universitas
Indonesia mempunyai 4 tiang utama sebagai penyangga atap dan bisa disebut
dengan bangunan candi. Gedung rektorat ini mempunyai 4 bangunan pendamping
berbentuk seperti pendopo yang direncanakan sebagai lembaga atau ruang pameran
atau galeri. Berdasarkan ketentuan pemerintah setempat, batas bangunan
pemerintahan pada waktu itu mencapai 8 lantai. Akses masuk terdapat pada pintu
semi basement dan lantai dasar. Tinggi per lantainya 4,2 meter sehingga jika
seluruh lantai dijumlahkan bisa mencapai 40 meter. Pada lantai teratas ditopang
oleh atap yang berbentuk runcing yang mempunyai filosofi sebagai sentral list
yang mempunyai arti sebagai bentuk analisis yang memusat dan memanjang. Untuk
bagian memusat mengadopsi bentuk dari kerajaan-kerajaan yang terkenal di pulau
Jawa. Untuk bagian memanjang merupakan bentuk bangunan fakultas dan bagian
memusat merupakan pusat administrasi. Bangungan yang terdiri dari banyak lantai
ini punya konsep desain serta gaya arsitektur yang menarik, meski punya susunan
konstruksi yang agak rumit. Konstruksi maupun kerangka yang jumlahnya juga
banyak ini bisa terlihat dengan jelas. Hal ini disebabkan karena dinding pada
bangunan tidak berupa tembok dari batu bata, namun terdiri dari susunan kaca
yang berfungsi sebagai jendela. Jendela kaca ini dipasang secara mendatar dan
memenuhi semua dinding yang berada di setiap lantai atau tingkat bangunan.
Penggunaan dinding yang hanya berupa jendela kaca ini tentu akan memberi efek
yang sangat menguntungkan yaitu sistem pencahayaan alami bisa berjalan lebih
maksimal sehingga dapat menghemat penggunaan energy listrik untuk memberi
penerangan pada ruang yang berada di dalam. Selain itu sirkulasi udara juga
berjalan dengan baik karena udara bisa keluar masuk ruang dengan lancar. Sedang
keuntungan lainnya adalah dengan memakai dinding dari jendela kaca, maka biaya
yang dikeluarkan juga lebih hemat. Dibanding dengan dinding dari batu bata,
tentu dinding kaca jauh lebih murah dan hemat. Yang cukup menarik dari
arsitektur bangunan ini adalah pembagian ruang menjadi empat. Tapi bagian bawah
dari ruangan ini disatukan dengan atap teritis yang berada dilantai paling
bawah atau pertama dan lantai yang kedua. Sedang beberapa lantai lain yang ada
di atasnya, atap teritis ini dibuat secara terpisah-pisah. Kemudian atap yang
ada di bagian paling atas dari masing-masing ruang juga dibuat secara terpisah,
menggunakan bentuk atap limas seperti yang sering diaplikasikan pada bangunan
gaya joglo yang ada di daerah Jawa. Namun bagian puncak atap ini tidak
berbentuk lancip, melainkan terpotong pada bagian atasnya dan membentuk bidang
kotak yang datar. Hal lain yang menjadikan arstitektur bangunan ini terlihat
makin unik tetapi tetap megah adalah terdapatnya atap lain yang ada di tengah
dan menyatukan semua bangunan ruang yang berada dibawahnya. Sehingga bangunan
ruang tersebut tetap tampil sebagai satu kesatuan yang utuh. Atap ini juga
menggunakan bentuk limas, namun terlihat secara utuh tidak terpotong seperti
atap limas yang ada dibawah. Bentuknya tetap lancip dan membentuk bidang
segitiga pada masing-masing sisi. Ukuran atap ini cukup tinggi, menjadikan
bentuk bangunan terlihat makin gagah dan menjulang tinggi. Di bagian bawahnya,
juga terdapat dinding yang juga punya ukuran agak tinggi dan ditutup kaca
dengan ukuran yang lebih besar. Dan pada bagian tengah dinding kaca inilah
dipasang simbol atau logo Universitas Indonesia, menggunakan warna putih pada
semua bagian. Meski hanya menggunakan satu warna saja, tapi tampilan logo ini
tetap terlihat jelas karena punya ukuran yang cukup besar. Selain itu logo ini
juga tidak terhalang oleh suatu element yang ada di depan. Semua atap yang
diberi warna coklat juga memberi kesan yang sangat hangat dan mampu tampil
sebagai warna utama bangunan atau point of colour. Dan yang tidak kalah
penting, warna coklat ini bisa menghilangkan nuansa yang terlalu metropolis
pada pemakaian dinding kaca pada semua bagian dinding. Pembagian zoning ruang
pada gedung rektorat adalah sebagai berikut :
- Pada
lantai umum atau semi basement dipergunakan sebagai hall atau
koridor untuk melayani mahasiswa.
- Pada
lantai dasar atau lantai 1 dipergunakan sebagai ruang kerja rektor.
- Pada
lantai 2 digunakan sebagai ruang administrasi mahasiswa.
- Di lantai paling atas terdapat mushola dan mesin lift
Kesimpulan :
Bangunan Gedung Rektorat UI ini
memiliki kritik dengan metode tipikal merupakan menganalisis suatu bangunan
dengan standar dari suatu tipe bangunan yang sudah ada, baik dari struktur,
fungsi, maupun bentuknya. Studi tipe bangunan ini lebih didasarkan pada
kualitas, fungsi, dan ekonomi lingkungan arsitektur yang telah distandarisasi
dan terangkum dalam suatu tipologi.
Bangunan yang dianalisis adalah
sebuah gedung perncakar langit yang memiliki konsep hemat energi. Bangunan
pencakar langit pada zaman sekarang ini haruslah memikirkan konsep hemat energi
dimana meminimalkan penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui dengan
memanfaatkan alam disekitarnya seperti menggunakan energi angin dan sinar
matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar